PENDAHULUAN
Ketenagakerjaan,
konsep ini pada dasarnya mulai dipergunakan pada awal pemerintahan Orde Baru
tahun 1966, yaitu dengan pembentukan Departemen Tenaga Kerja. Sejak pemerintahan Orde Baru (1966-Mei 1998), telah terjadi
perubahan mendasar dalam hukum ketenagakerjaan yang dimulai dengan UU No. 14
Tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja.
Undang-Undang ini merupakan pelaksanaa Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang
berbunyi, “tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”.
Dengan diterbitkannya UU No. 14
Tahun 1969 ini, timbullah istilah “ketenagakerjaan” untuk sebutan “perburuhan”
dan “tenaga kerja” untuk sebutan “buruh”, atau “pekerja” dalam arti yang khusus
bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Dengan demikian apa yang sebelumnya
disebut dengan “hukum perburuhan” disebut juga dengan “hukum ketenagakerjaan”.
Kemudian seiring waktu, sejak bulan
mei 1998. Indonesia lebih memfokuskan lagi tentang hukum ketenagakerjaan,
sehingga muncullah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Undang-Undang ini menjadi
tonggak yang mencakup aspek mengenai :
a. Hubungan
kerja;
b. Perlindungan
tenaga anak, perempuan dan penyandang cacat;
c. Ketentuan
waktu kerja dan waktu istirahat;
d. Ketentuan
pengupahan dan perlindungan upah;
e. perlindungan
keselamatan, kesehatan dan tunjangan pekerja;
f. ketentuan
kerja lembur dan upah kerja lembur; serta mencakup semua permasalahan yang
berkaitan dengan ketentuan-ketentuan perusahaan dengan pihak pekerja.
B.
JALAN MENUNTUT KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN
Ketentuaan
mengenai hubungan kerja antara pihak pengusaha dengan pihak pekerja, atau yang
biasa disebut sebagai buruh (pekerja kasar) pada umumnya sudah dipandu dalam UU
No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Namun pada kenyataannya sejak awal
revolusi sampai dengan sekarang ara reformasi dan demokrasi industri kondisi
kerja memang relati buruk. Waktu kerja sangat panjang melebihi 10 jam per hari.
Padahal menurut UU No. 13/ 2003, pasal 77 ayat (1) menyatakan bahwa jam kerja
sebagai berikut :
·
7 jam kerja dalam 1
hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk kerja 6 hari kerja dala 1 minggu,
atau
·
8 jam kerja dalam 1
hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Bila
dalam 1 minggu bekerja melebihi batasan jam kerja yaitu 40 jam, maka waktu
kerja tersebut dianggap masuk sebagai waktu kerja lembur. Sehingga pekerja atau
buruh berhak atas upah lembur.
Selain buruknya
waktu jam kerja yang melebihi waktu jam kerja, masalah lainnya yaitu buruknya
upah para pekerja, jaminan sosial yang hampir tidak ada, sarana perlindungan
kesehatan dan keselamatan sangat sederhana, serta perlindungan politik sangat
terbatas, orientasi pengusaha hanya terfokus pada akumulasi sebanyak mungkin
mendapatkan keuntungan perusahaan, sehingga kesadaran pengusaha untuk
meningkatkan kesejahteraan pekerja sangat rendah, campur tangan pemerintah
dalam pengaturan syarat kerja sangat terbatas. Dengan demikian mudah dipahami
bahwa pekerja atau buruh cenderung untuk menggunakan cara pemogokan,
demonstrasi atau unjuk rasa untuk memaksa pengusaha memenuhi tuntutan pekerja
atau buruh.
a. Studi Kasus
Tuntutan-tuntutan dari pihak pekerja
atau buruh yang melakukan aksi demonstrasi pun beranekaragam. Studi kasus
seperti yang terjadi pada ribuan buruh PT Kahatex yang menggelar aksi mogok
kerja di depan perusahaan mereka, di Jln.Gempol, kelurahan Melong, kota Cimahi,
Selasa (9/10). Mereka menuntut peningkatan uang makan dan transportasi, serta
peningkatan kesejahteraan karyawan.kemudian sekitar seratus buruh yang
tergabung dalam Koalisi Buruh Sukabumi (KBS) melakukan mogok makan, Selasa
(9/10) DI TERAS Gedung Negara Pendopo Sukabumi, agar Upah Minimum Kabupaten
(UMK) yang mereka tuntut dapat direalisasikan.
Belum lama juga pada Rabu, 03
Oktober 2012, puluhan ribu pekerja atau buruh melakukan demonstrasi massal
diseluruh Indonesia, terutama di kota-kota besar. Ketua umum Kongres Aliansi
Serikat Buruh Indonesia (KASBI) dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia (KSPI) mengungkapkan, tuntutan buruh antara lain segera dihapuskannya
Outsourcing (sistem alih daya), tolak upah murah, jalankan jaminan sosial
kesehatan masyarakat pada 2014, dll.
Angka pemogokan, demonstrasi atau
unjuk rasa buruh di Indonesia termasuk tinggi, dan cenderung untuk terus
meningkat terutama sejak awal tahun 1990-an. Sebagaimana dapat dilihat pada
tabel 1.1 berikut ini, yang bersumber dari Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi dari tahun 1980-2008.
Tabel
1.1
Jumlah
kasus pemogokan dan jam kerja hilang
Indonesia:
1980-2008
Tahun
|
Jumlah
kasus
|
Pekerja
|
Jam kerja
|
terlibat
|
hilang
|
||
1980
|
100
|
32.287
|
328.466
|
1981
|
200
|
54.875
|
495.144
|
1982
|
142
|
49.525
|
501.236
|
1983
|
96
|
23.318
|
295.749
|
1984
|
63
|
10.836
|
62.906
|
1985
|
78
|
21.148
|
55.001
|
1986
|
75
|
16.831
|
117.643
|
1987
|
35
|
8.281
|
35.664
|
1988
|
39
|
7.544
|
607.265
|
1989
|
19
|
1.168
|
29.257
|
1990
|
61
|
31.234
|
262.014
|
1991
|
130
|
64.474
|
582.477
|
1992
|
251
|
123.005
|
1.019.654
|
1993
|
195
|
103.490
|
966.931
|
1994
|
296
|
147.662
|
1.421.032
|
1995
|
276
|
126.855
|
1.300.001
|
1996
|
360
|
221.557
|
2.497.973
|
1997
|
234
|
144.929
|
1.250.673
|
1998
|
278
|
152.495
|
1.550.945
|
1999
|
125
|
48.232
|
915.105
|
2000
|
273
|
126.045
|
1.281.242
|
2001
|
174
|
109.845
|
1.165.032
|
2002
|
202
|
97.325
|
769.142
|
2003
|
161
|
68.114
|
643.253
|
2004
|
125
|
53.321
|
554.726
|
2005
|
96
|
56.082
|
766.465
|
2006
|
282
|
595.783
|
4.665.685
|
2007
|
147
|
135.297
|
1.161.459
|
2008
|
146
|
211.504
|
1.546.400
|
Kalau
sejenak kita kulik lebih rinci lagi, pada dasarnya para serikat pekerja
tersebut melakukan aksi pemogokan hanya untuk menuntut kesejahteraannya sebagai
pelaku kerja. Apa esensi kesejahteraan dari pekerja atau buruh tersebut? Yaitu
dipenuhinya akan hak-hak mereka, dengan catatan para pekerja tersebut telah melakukan
kewajibannya sebagai pekerja yang bekerja dengan baik di sebuah perusahaan.
Sedangkan dari pihak pengusaha pun seharusnya dapat memenuhi hak-hak pekerja
tersebut, tidak selalu fokus terhadap pencapaian keuntungan perusahaan saja,
sedangkan kesadarannya untuk meningkatkan kesejahteraan pekerjanya sangatlah
rendah. Hal yang semacam itu dinilai egois dan tidak adil. Menyalahi aturan pemenuhan
esensi kesejahteraan pekerja atau buruh, yang harusnya sesuai dengan aturan
dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Sangat disayangkan, ketika
kasus pemogokan dan demonstrasi pekerja masih marak terjadi dilingkungan kerja.
Itu artinya memanglah Indonesia masih belum dikatakan sejahtera dan merdeka
dalam perekonomiannya.
Pemogokan
atau demonstrasi yang dilakukan para pekerja atau buruh secara berkepanjangan,
pada dasarnya akan merugikan banyak pihak. Merugikan dari segi proses
produksinya yang akan berhenti, merugikan pihak pekerja pula, karena selama
pemogokan tersebut pekerja tidak menerima upah dari pengusaha. Serta merugikan
kepentingan umum dan negara. Lambat laun dapat terjadi stagnasi produksi,
penutupan perusahaan dan terjadi pengangguran massal.
Untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industri antara pengusaha dengan serikat
pekerja yaitu berdasarkan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industri. Dilakukanlah tahap-tahapan sebagai berikut :
1. Perundingan
Yang
dapat dilakukan di lembaga kerjasama Bipaitit (forum komunikasi, konsultasi dan
musyawarah antara wakil pengusaha dan wakil pekerja)
2. Mediasi oleh Mediator
3. Konsiliasi oleh Konsiliator
Konsiliator
adalah anggota masyarakat yang telah berpengalaman dibidang hubungan industrial
dan menguasai peraturan perundang-undangan dan ketenagakerjaan
4. Abitrase oleh Arbiter
Arbiter
adalah juru atau dewan pemisah untuk menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial. Arbiter harus terdaftar di kantor pemerintahan yang membidangi
ketenagakerjaan.
5. Pengadilan Hukum Industrial (PHI)
PHI
dibentuk di Pengadilan Negeri dan pada Mahkamah Agung
6. Majelis Hakim Kasasi
PENUTUP
Dalam bagian ini kami menyampaikan
materi mengenai solusi dan bagaimana cara membangun hubungan ketenagakerjaan
yang baik, yang dapat meminimalkan polemik kasus demonstrasi buruh di
Indonesia.
Prinsip hubungan industrial, hal itu
yang perlu kita bina dalam lingkungan kerja. Dimana prinsip-prinsipnya adalah
sebagai berikut:
1. Kepentingan
bersama : pengusaha, pekerja, masyarakat, pemetintah
2. Kemitraan dan
saling ketergantungan : pekerja dan pengusaha sebagai mitra yang saling
tergantung dan saling membutuhkan
3. Hubungan
fungsional dan pembagian tugas
4. Kekeluargaan
5. Penciptaan
ketenangan berusaha dan ketentraman bekerja
6. Penciptaan
produktivitas
7. Peningkatan
kesejahteraan bersama
Selain prinsip-prinsip diatas, dalam
hubungan industrial diperlukan juga sarana atau lembaga-lembaga yang mengatur
ketentuan dalam hubungan kerja, diantaranya :
1. Peraturan
perusahaan, 6. Lembaga tripartit,
2. Lembaga
bipartit, 7.Lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial,
3. Serikat
pekerja, 8.
Peraturan-peraturan ketenagakerjaan,
4. Perjanjian
kerja bersama, 9. Pendidikan hubungan industrial.
5. Asosiasi
pengusaha,
Dengan memegang aturan-aturan hukum
ketenagakerjaan yang berlaku, ditambah paham dengan prinsip-prinsip dalam
hubungan industrial baik dari pihak pengusaha, pekerja serta pemerintah selaku
penengahnya. Diharapkan terciptalah sebuh lingkungan kerja industrial yang
harmonis, tanpa mucul perselisihan-perselisihan dalam menuntu makna sebuah
kesejahteraan.
Daftar
Pustaka
* Buku
·
Prof.Dr.Simanjuntak. PaymanJ.Manajemen Hubungan
Industri.Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia,Jakarta:2011.
*Koran
·
Pikiran Rakyat edisi 10
Oktober 2012, hall – 6
·
Pikiran Rakyat edisi 10
Oktober 2012, hall – 17
*Internet
·
Viva news , Rabu 03
Oktober 2012 / Fernando Randy
·
Indonesia.
Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang tenaga kerja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar