Pendahuluan
Pedagan
Kaki Lima atau biasa yang lebih dikenal dengan istilah PKL adalah
pedagang yang biasa menjual atau membuka gerai/ warung/ lapak
dagangannya di pinggir badan jalan (trotoar). Disebut pedagang kaki lima
karena pada dasarnya para pedagang tersebut kebanyakan menjual barang
dagangannya menggunakan gerobak yang mempunyai roda 3. Sehingga apabila
di analogikan, 3 roda tersebut sebagai kaki tambahan bagi para pedagang
itu sendiri. Akhirnya tersebutlah sekarang Pedagang Kaki Lima
sebagaimana yang kita kenal.
Isue
pedagang kaki lima yang marak sekarang terjadi di realita bisnis
menengah kebawah sebetulnya bukan hal baru lagi. Karena sejak zaman
kolonial Belanda pun pedagang yang berdagang di pinggir jalan sudah ada.
Namun dahulu istilahnya adalah pedagang emperan jalan, bukan PKL.
Keberadaan
para PKL tersebut sebetulnya mengganggu, karena wilayah badan jalan
(trotoar) yang seharusnya digunakan oleh pejalan kaki untuk lewat lalu
lalang, terpaksa tak bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Dari
situlah juga sering terjadi kemacetan. Kendaraan-kendaraan yang jalan,
terpaksa pula harus mengalami kemacetan karena para PKL yang terlalu
banyak mengambil badan jalan hingga kadang sampai memakan tempat are
jalan utama, atau melewati batas trotoar. Namun di lain sisi, keberadaan
PKL juga memberikan manfaat bagi para pengguna jalanan ketika harus
membeli sesuatu (misal, minuman) yang otomatis para pengguna jalanan
tidak harus repot-repot untuk menacri minimarket untuk membeli sebuah
minuman. Harga yang ditawarkan atau dipatok oleh para PKL pun jauh lebih
murah dengan harga pada minimarket.
Dari
proses transaksi jual beli dijalanan itulah para PKL mencari nafkah dan
mendapatkan rejeki penghasilan. Rasanya sedikit manusiawi juga ketika
kita harus memandang para PKL dijalanan dengan pandangan sebelah mata.
Toh, mereka pun melakukan sebuah pekerjaan yang halal. Namun cara
bekerjanya saja yang belum benar, dan perlu pembinaan untuk
membenarkannya.
a. Pedagang Kreatif Lapangan
Pedagang
kaki lima selalu dikaitkan dengan sebuah kemacetan yang terjadi di
jalanan. Khususnya di jalan raya kota-kota besar. Seperti dua sisi mata
uang yang tidak dapat dipisahkan, lagi-lagi kemacetan yang ada salah
satu faktornya yaitu karena banyak PKL yang memanfaatkan badan jalan
(trotoar).
Bagi
yang Pro dengan keberadaan PKL, atau bagi sebagian orang keberadaan PKL
justru memberikan solusi kebutuhan di jalanan, mungkin mereka tak
merasa terganggu dengan adanya PKL-PKL tersebut. Tapi lain ceritanya
bagi yang Kontra terhadap keberadaan PKL, dan merasa terganggu dengan
adanya PKL, mungkin mereka akan mengeluh. Dengan unsur ketergangguan dan
ketidaknyamanan tersebut, maka kerap kali para pedagang kaki lima
mengalami pengusiran dan pengejaran oleh petugas karena mempergunakan
area bisnis yang tidak sesuai dengan tata ruang perkotaan. Pro dan
Kontra terhadap PKL itulah yang menjadi poin dalan sisi sosial.
Karena
pada dasarnya, para PKL tersebut pun bekerja dengan cara halal bahkan
giat berjuang unuk keluarga, namun harus dihantui setiap saat oleh
bayang-bayang petugas atau aparat pula.
Berkembang
belakang ini, Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementrian
Koperasi dan UKM, Ikhwan Asrin. Menyatakan bahwa patut dihargai untuk
para pengusaha tangguh, dalam hal ini para PKL. Karena mereka dapat
berjuang dan bertahan dalam usaha atau bisnisnya, padahal tidak ada
lembaga permodalan yang membiayai usaha mereka. Secara tidak langsung
para PKL disebut sebagai pelaku bisnis yang mandiri. Maka, untuk
mengkonotasikan derajat positif para PKL, akronim yang digunakan bukan
lagi pedagang kaki lima melainkan “Pedagang Kreatif Lapangan”.
Jumlah
pedagang mikro semacam PKL ini sudah mencapai 11 Juta orang berdasarkan
data Asosiasi Pedagang Pasar Se-Indonesia (APPSI), dari jumlah tersebut
apabila para PKL diarahkan dan dibimbing lalu diberdayakan, maka
dampaknya akan sangat dahsyat terhadap perekonomian daerah dan nasional.
Untuk
meningkatkan kualitas hidup PKL, ada baiknya pejabat daerah menyediakan
lahan bagi mereka. Agar tercipta suasana yang nyaman, baik bagi para
pengguna jalanan, maupun bagi para PKL itu sendiri. Karena tujuan utama
PKL berdagang yaitu hanya berupaya mencari uang demi hidup keluarganya.
Tetapi tetap saja ada yang sering berpandangan negatif terhadap para
PKL, karena mereka berkutat selalu dnegan jalanan yang identik dengan
tingkat kriminalitas yang tinggi.
b. PKL vs Satpol PP
penertiban
para PKL dijalanan seringkali bersifat tidak manusiawi. Tak hanya adu
mulut yang sering terjadi, namun adu fisik pun kadang tak terelakkan
antara PKL dengan Petugas Satuan Polis Pamong Praja (Satpol PP). Hal ini
pun sering membuat situasi menjadi dramatisir, dimana masing-masing
pihak tetap kuat dengan kemauannya.
Pada
dasarnya para PKL tersebut tidak menolak untuk ditertibkan apabila ada
penertiban, namun mereka meminta untuk tetap diperbolehkan berjualan
dikawasan tersebut. Tetapi tingkat arogansi para aparat kadan terlalu
tinggi, dimana sering membongksr paksa lapak-lapak para PKL. Sehingga
tak jarang banyak barang dagangan dari para PKL tersebut rusak.
Ujung-ujunnya timbul masalah dan keributan yang baru, dimana para PKL
menuntut ganti rugi atas barang dan peralatan jualan yang rusak karena
aksi penertiban paksa.
Penutup
Dalam
segi sosial, kita tidak boleh memandang sebelah mata atas keberadaan
para PKL tersebut. Terlebih tak boleh kita menutup mata kita dengan
kehadiran mereka. Karena sejatinya para PKL tersebut pun bekerja dengan
cara yang halal, tetapi belum tepat cara bekerjanya.
Maka
dari itu, tugas pemerintah daerah untuk memberdayakan para PKL dengan
baik. Agar terjadi sinkronitas dan relevansi yang harmonis antara para
PKL dengan PemDa.
PemDa
juga perlu menyediakan sebuah area yang strategis untuk proses dan
tahap pemberdayaan, pembinaan bagi para PKL tersebut. Sehingga apabila
menggelar aksi penertiban, tak harus dilakukan oleh para aparat dengan
sikap arogan dan tidak manusiawi. Hal itu hanya akan memicu ketegangan
sosial saja. Toh dengan cara penyampaian yang baik, bijak dan sopan pun
dapat dilakukan, jadi kenapa harus memilih dengan cara yang kasar. Para
PKL pun dapat diajak bicara dengan baik-baik pula, jika kita
menyampaikannya dengan baik.
Daftar Pustaka